KONFLIK BATIN TOKOH TEJONINGRAT
DALAM NOVEL AMANGKURAT
KARYA ARDIAN KRESNA
Agung Nugroho Febrianto
Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS
IKIP PGRI MADIUN
a60n6@hotmail.com
Abstract
This research aim to know
how structure covering figure and figure developing novel story of Amangkurat,
and also figure mind conflict of Tejoningrat research of art psychology. Used
method in the form of descriptive method qualitative. Source of data in this
research cover the source of primary data which in the form of novel text of
Amangkurat masterpiece of Ardian Kresna. Technique data collecting in the form
is bibliography study. Technique analyse data is content analysis. From result
of this research, can be concluded that in presenting its figures, author use
three way of, that is analytical method, indirect method, and method of
kontekstual. Tejoningrat represent especial figure of protagonis, attendance
the figure predominate story in novel. After getting figure picture and figure
in novel story, the research continued by mind conflict that happened figure of
Tejoningrat influenced by factor from within figure him self and also factor
from outside figure. Hereinafter analysis is climax and solution of mind
conflict with approach of mind function theory, that is (1) Mind as fair judge;
(2) Mind as critical pengontrol; and (3) Mind as a means of counsellor.
Keywords:
inner conflict, novel Amangkurat, psychology
literature
A.
Pendahuluan
Konflik batin termasuk
permasalahan kepribadian, konflik batin merupakan suatu perbuatan yang terlalu
sering dilakukan yang bertentangan dengan suara batin, di dalam kehidupan yang
sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga
di dalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa (Agus Sujanto dkk, 2006:
12). Konflik batin tersebut yang membawa tokoh Tejoningrat sering berada dalam
kebimbangan. Namun bukan berarti dalam novel “Amangkurat” ini tidak terdapat
konflik fisik. Peneliti tertarik untuk meneliti konflik batin dikarenakan
konflik psikologis tersebut kerap terjadi pada kehidupan nyata dan peneliti
memiliki hasrat ingin tahu, apakah penerapan konflik batin pada novel tersebut
dapat dianalisis sesuai dengan ilmu psikologi kepribadian.
Novel “Amangkurat”
mengisahkan kerajaan dengan berbagai persoalan kehidupan kerajaan Mataram. Dalam
novel ini diceritakan mengenai kerajaan Mataram semasa di bawah kepemimpinan
raja Amangkurat Agung. Kerajaan mataram sering mendapat permasalahan baik dalam
memperebutkan kekuasaan maupun dalam perebutan tahta kerajaan. Darsiti (dalam
Purwadi, 2008: 22-23) mengemukakan bahwa Kerajaan Mataram kerap diwarnai oleh
sengketa oleh para pangeran, meskipun raja telah menyiapkan pengganti, namun pergantian
tahta itu sering berlangsung secara tidak mulus. Dengan pernyataan tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa novel “Amangkurat” harus menyuguhkan cerita yang berupa
peristiwa sejarah kerajaan Mataram yang kerap diwarnai percekcokan dalam
pergantian tahta kerajaan, sehingga novel tersebut dapat dikatakan sebagai
fiksi historis.
Novel ini menceritakan
perjuangan Tejoningrat dalam mempertahankan jabatan sebagai calon pengganti
raja. Tejoningrat mengalami konflik batin dalam mempertahankan posisi tersebut.
Tejoningrat mengalami konflik batin atas perlakuan sang ayah, yaitu Raja
Amangkurat yang bengis karena gila akan kekuasaan dan wanita. Berbagai konflik
jiwa yang dialami seolah tiada pernah henti dan harus segera dihadapi. Banyak
pilihan yang ada terkadang malah mencelakainya baik sebagai seorang putra
mahkota maupun sebagai seorang manusia. Dengan membaca karya sastra ini maka
dapat mengetahui latar belakang sosial, budaya, pandangan hidup dan sebagainya
yang tersirat dalam karya sastra tersebut.
Berdasarkan uraian di
atas dan dilandasi oleh keinginan peneliti untuk mengulas konflik batin tokoh Tejoningrat
dalam novel “Amangkurat”, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul
“Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel Amangkurat Karya Ardian Kresna”.
Dengan merumuskan permasalahan yang meliputi tokoh dan penokohan, konflik batin
tokoh Tejoningrat, serta klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh
Tejoningrat. Rumusan masalah tersebut akan merumuskan sebuah jawaban yang
menjadi tujuan dari penelitian ini yang berupa mengkaji tokoh dan penokohan
untuk mengetahui karakter tokoh-tokoh yang memungkinkan menimbulkan konflik
batin sehingga akan ditemukan konflik batin tokoh Tejoningrat dengan berbagai
penyebabnya, selanjutnya menentukan klimaks dan penyelesaian konflik batin
tokoh Tejoningrat.
B.
Kajian
Teori
1.
Novel
a.
Definisi
Novel
Novel merupakan cerita
menengah yang menggambarkan realitas kehidupan yang masuk akal dengan
mengetengahkan tokoh heroik beserta perubahan nasibnya dan terbagi dalam
beberapa episode kehidupan (Herman J. Waluyo, 2002: 36-37).
Lebih lanjut Nugraheni
Eko Wardani (2009: 15) mengemukakan bahwa novel adalah fiksi yang mengungkapkan
cerita tentang kehidupan tokoh dengan problematika dan nilai-nilainya yang
mencari nilai otentik dalam dunianya. Novel terdiri dari 50.000 kata atu lebih.
Berdasar pendapat ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa novel brupa prosa fiksi yang mengungkapkan
situasi serta karakter tokoh secara mendetail serta mengetengahkan beberapa
karakter dalam sebuah kehidupan nyata yang bersifat memperluas pengalaman
dengan menghadirkan tokoh heroik yang problematik dan tersusun lebih dari
50.000 kata.
b.
Ciri-ciri
Novel
Wellek dan Warren
(terjemahan Melani Budianta, 1990: 281-283) memberikan ciri novel sebagai
berikut: novel menampilkan tokoh yang mengalami kemunduran atau kemajuan karena
sebab-sebab tertentu, novel berkembang dari suatu bentuk narasi nonfiksi yang
berupa surat, jurnal, biografi, dan sejarah, novel menekankan detil dan
bersifat “mimesis” dalam arti yang sempit, novel lebih mengacu pada realitas
yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam, dan novel memiliki tiga
unsur pembentuk yang berupa alur, penokohan dan latar.
Lebih lanjut Herman J.
Waluyo (2002: 37) memberikan ciri-ciri novel sebagai berikut: adanya perubahan
nasib dalam tokoh cerita, novel memiliki beberapa episode dalam kehidupan tokoh
utamanya, novel tidak menceritakan tokoh utamanya sampai mati, dan dalam novel
tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi, dan setting seperti dalam
cerita pendek.
Berdasar pendapat
beberapa ahli sastra di atas dapat disimpulkan novel memiliki ciri: 1) memiliki
unsur pembentuk yang berupa alur, penokohan dan seting; 2) berupa cerita fiksi
yang menceritakan keadaan tokoh dalam suatu waktu tertentu; 3) menceritakan
satu atau lebih permasalahan dengan penyelesaianya; 4) memiliki episode-episode
yang menceritakan kehidupan tokoh utamanya; 5) memiliki realitas kehidupan
serta psikologi yang lebih tinggi sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih
pula dalam memahami isi cerita.
c.
Jenis-jenis
Novel
Burhan Nurgiyantoro
(2002: 16-22) mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel popular
dan novel serius. Lebih lanjut Stanton (terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al
Irsyad, 2007: 116-137) jenis-jenis novel dibedakan menjadi: novel realisme,
romantisme, horor (gotik), naturalisme, proletarian, dedaktis, alegori, satir,
utopis, ekspresionisme, psikologis, otobiografis, episodis, dan eksistensialis.
Berdasarkan pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki jenis yang berupa novel serius,
novel populer, novel realisme, romantisme, horor, naturalisme, proletarian,
dedaktis, alegori, satir, utopis, psikologis, otobiografis, episodis, dan
eksistensialis.
d.
Unsur
Pembangun Novel
Menurut Herman J.
Waluyo (2002: 141-225), unsur pembangun novel meliputi: tema cerita, alur
cerita, penokohan (perwatakan), sudut pandang pengarang, setting, adegan, latar
belakang, bahasa, dan dialog.
Lebih lanjut Burhan
Nurgiyantoro (2010: 23-320) memberikan pendapat mengenai unsur-unsur novel yang
meliputi: unsur intrinsik (tema, cerita, plot, penokohan, pelataran,
penyudutpandangan, bahasa, moral) dan unsur ekstrinsik (unsur yang berada di
luar karya sastra).
Berdasar pendapat ahli
di atas dapat disimpulkan bahwa unsur pembangun novel meliputi: tema cerita,
alur cerita, penokohan (perwatakan), sudut pandang pengarang, setting, adegan,
latar belakang, bahasa, dan dialog. Secara global unsur pembangun novel juga
dibedakan menjadi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
2.
Psikologi
Sastra
a.
Definisi
Psikologi sastra
Wellek dan Warren
(terjemahan Melani Budianta, 1990: 90-110) mendefinisikan psikologi sastra
sebagai studi sastra yang membahas aspek psikologi pengarang, proses kreatif,
hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra, serta psikologi pembaca.
Suwardi Endraswara
(2008: 4) mengemukakan bahwa bahasa sastra memiliki makna psikis yang dalam,
sehingga perlu memahami bahasa estetis untuk mengungkapkan berbagai gejala
psikologis di balik gejala bahasa. Hal ini merupakan pengaruh dari aspek
estetis dari sastra yang tersusun atas bahasa, sehingga dalam memahami karya
sastra diperlukan penghayatan tersendiri untuk memahami bahasa sastra.
Berdasar pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa, psikologi sastra merupakan disiplin ilmu
psikologi dan sastra yang membahas mengenai ilmu kejiwaan yang digabungkan
serta diadaptasikan dengan ilmu sastra.
b.
Aspek-aspek
Psikologi Sastra
Albertine Minderop
(2011: 59) berpendapat mengenai langkah dan pemahaman teori psikologi sastra.
Langkah tersebut mencakup; 1) pemahaman terhadap teori-teori psikologi kemudian
dilakukan analisis karya sastra, 2) menentukan
karya sastra sebagai objek kemudian menentukan teori psikologi yang relevan,
dan 3) secara bersamaan menentukan objek dan teorinya.
Wellek dan Warren
(terjemahan Melani Budianta, 1990: 90-110) membagi definisi psikologi sastra
menjadi empat pengertian. Pengertian tersebut meliputi studi psikologi
pengarang, proses kreatif, hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra,
serta psikologi pembaca.
Berdasarkan uraian di
atas, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologi sangatlah tepat digunakan
untuk menganalisis konflik batin tokoh dalam novel. Pendekatan psikologi
digunakan karena konflik batin dalam diri tokoh sangat berhubungan dengan
tingkah laku dan kehidupan psikis tokoh.
c.
Konflik
Batin
Wellek dan Warren
(terjemahan Melani Budianta, 1990: 285) memberikan definisi mengenai konflik,
“Konflik adalah sesuatu yang ‘dramatik’, mengacu pada pertarungan antara dua
kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.”.
Konflik batin merupakan
suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara
batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan
pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan
konflik-konflik jiwa (Agus Sujanto dkk, 2006: 12).
Pernyataan Rohadi
Wicaksono (2007:1) yaitu, konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam
hati dan disebabkan adanya dua gagasan atau keinginan yang bertentangan
menguasai diri individu sehingga mempengaruhi tingkah laku.
Agus Sujanto, dkk
(2006: 12-13) berpendapat mengenai fungsi batin sebagai berikut: Batin
berfungsi sebagai hakim yang adil apabila didalam kehidupan manusia itu
mengalami konflik maka batin akan bertindak tentang sesuatu sehinnga batin akan
berperan memberikan keadilan, batin berfungsi sebagai pengontrol yang kritis
sehingga manusia harus bertindak menurut batas-batas tertentu, dan batin
berfungsi sebagai alat pembimbing pembawa pribadi yang mudah dikenali oleh
masyarakat. sebagai pribadi yang bertanggungjawab, disiplin, konsekwen, adil,
dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di
atasdapat disimpulkan bahwa konflik batin, yaitu konflik yang disebabkan oleh
adanya pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh. Pertentangan tersebut
terjadi akibat adanya dua gagasan atau lebih, atau keinginan yang saling
bertentangan untuk menguasai diri sehingga konflik tersebut menimbulkan serta
mempengaruhi tingkah laku. Konflik batin dapat diatasi dengan menguatkan tiga
fungsi batin.
C.
Metode
Penelitian
1.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di rumah peneliti, perpustakaan IKIP PGRI Madiun, dan perpustakaan
sanggar PBSI karena ditempat-tempat tersebut dirasa paling mendukung untuk
meneliti. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan. Penelitian dimulai
pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2013.
2.
Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sutopo (2002: 35) menyatakan
bahwa dalam mencari pemahaman, penelitian kualitatif cenderung tidak memotong
halaman cerita dan data lainnya dengan simbol-simbol angka. Peneliti berusaha
menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat
mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat.
3.
Sumber
Data
Sutopo (2002: 49)
menyatakan bahwa sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti
karena ketepatan memilih dan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau
informasi yang diperoleh. Sumber data pada penelitian ini yaitu sumber data
primer pada penelitian yang berupa teks novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna,
yang diterbitkan oleh Diva Press, Yogyakarta, cetakan pertama November 2012 dan
tebal 448 halaman. Sumber data sekunder berupa artikel-artikel dan
kutipan-kutipan dari buku-buku teori yang mendukung penelitian.
4.
Teknik
Pengumpulan Data
Goetz dan LeComte
(dalam Sutopo, 2002: 58) mengemukakan bahwa “Sumber data dalam penelitian
kualitataif terdiri dari beragam jenis, menuntut cara atau teknik pengumpulan
data tertentu yang sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahannya. Strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik
pengumpulan data yang bersifat interaktif dan noninteraktif.”.
Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode noninteraktif, yaitu mengkaji dokumen dan
arsip. Teknik studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data-data berupa
buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan masalah penelitian dengan
menggunakan teori-teori sastra yang mencakup unsur intrinsik, serta teori-teori
psikologi untuk meneliti unsur ekstrinsiknya.
5.
Prosedur
Penelitian
Peneliti melakukan
beberapa tahapan penelitian yang meliputi; (1)tahap persiapan dengan mempersiapkan
buku-buku dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian, mengajukan
judul atau suatu permasalahan yang akan diteliti kepada dosen pembimbing, dan mengajukan
proposal penelitian kepada dosen pembimbing; (2) tahap pelaksanaan dengan
mengumpulkan data dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian,
serta menganalisis data dengan menggunakan teori pendukung yang digunakan dalam
penelitian; (3) tahap penyelesaian dengan membuat simpulan dan menyusun laporan
hasil penelitian untuk dijadikan materi ujian skripsi.
6.
Teknik
Keabsahan Data
Peneliti mempergunakan
teknik trianggulasi teori untuk mendeskripsikan konflik batin tokoh Tejoningrat
dalam novel “Amangkurat”. Dengan teknik ini peneliti akan mempergunakan teori
analisis novel yang berkenaan dengan tokoh dan penokohan serta teori psikologi
untuk meneliti konflik batin tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat” karya
Ardian Kresna.
7.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis isi (content
analysis). Dalam menganalisis isi novel yang berupa teks, maka yang harus
dilakukan dalam menganalisis isi tersebut dengan membaca keseluruhan teks novel
secara sistematis dan lengkap. Luxemburg, dkk (dalam Suwardi Endraswara, 2008:
74) menyatakan bahwa “Interpretasi adalah proses membaca dan menjelaskan teks
yang lebih sistematis dan lengkap.”.
D.
Hasil
Penelitian dan Pembahasan
1.
Hasil
Penelitian
a.
Tokoh
dan Penokohan dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Tokoh-tokoh dalam
cerita novel “Amangkurat” memiliki karakter dan nama yang unik, di mana
tokoh-tokoh tersebut diambil dari pelaku sejarah kerajaan Mataram. Baik tokoh
utama protagonis maupun tokoh utama antagonis serta tokoh tambahan disajikan
dalam cerita novel, tokoh-tokoh tersebut antara lain. Tokoh Tejoningrat
memiliki nama lengkap Raden Mas Tejoningrat. Nama lain dari tokoh ini sewaktu
menjabat sebagai putra mahkota adalah Raden Mas Adipati Anom. Ardian Kresna
(2012: 137) memberikan penokohan pada tokoh Tejoningrat seperti pada kutipan
berikut.
“Hati Raden Mas Tejoningrat mulai kuat
kembali. Tetapi, dia tak sampai hati untuk mengatakan rahasia yang tersembunyi
di dalam hatinya. Bahwa kecemasa itu sesungguhnya berhubungan dengan kedudukan
dirinya sebagai putra mahkota. Dia tetap khawatir jika sang ayah murka kemudian
berimbas dengan pencabutan gelar yang ingin dipertahankannya. Dia tak ingin dan
tak rela jika kedudukan itu beralih tangan kepada saudara-saudara lelakinya
yang lain.”
Tokoh Amangkurat hadir
dalam cerita novel yang berperan sebagai sebagai raja, tokoh tersebut bergelar
Susuhunan Amangkurat Agung. Tokoh Amangkurat memiliki sifat, sikap, dan
perilaku yang buruk. Ardian Kresna (2012: 36) mendeskripsikan tokoh Amangkurat
melalui dialog Tumenggung Danubaya seperti pada kutipan berikut.
“Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng
Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada
siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan
Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu,
atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang
kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan
harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta
Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau
memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang
lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung
Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu.
Tokoh yang memegang
peran sebagai tokoh tambahasn diantaranya Tumenggung Danubaya, Adipati
Purabaya, Istri Adipati Purabaya, Tumenggung Manduroko, Sindurekso, Subajaya, Ki
Tunggul Wasesa, Bagus Burhan, Pangeran Purboyo, dan tokoh-tokoh yang lain.
b.
Konflik
Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Hasil penelitian
mengenai konflik batin tokoh Tejoningrat seperti pada kutipan berikut.
“Rombongan dari Mataram ini sebenarnya
baru pulang dari Keraton Cirebon.aku sendiri mendapat utusan dan dipercaya oleh
Susuhunan Amangkurat Agung sebagai wakil dan orang yang dituakan bagi Anakmas
Adipati Anom Mataram ketika menghadap Adipati Kasepuhan Cirebon. Nah, keinginan
dari Susuhunan Amangkurat Agung adalah mempertemukan anak sulungnya ini dengan
putri Kasepuhan Cirebon dengan harapan akan dapat diperjodohkan dan dapat
saling mengikat dalam perkawinan. Dengan hal tersebut, maka hubungan keluarga
antara Mataram dan Cirebon akan dapat terjalin kembali dengan baik, bahkan
semakin erat lagi.
Namun apa boleh dikata, yang namanya
jodoh bukan kita yang menentukan meskipun harus dilakukan dengan paksaan,
karena akibatnya tentu tidak akan baik dalam perjalanan perkawinan itu. Setelah
Anakmas Adipati Anom Tejoningrat dipertemukan dengan putri Kasepuhan Cirebon
yang akan dipertunangkan dengannya itu, rupanya hatinya tak berkenan dan tak
ada rasa ketertarikan. Itulah yang menimbulkan masalah bagi Anakmas Adipati
Anom Mataram ini. Dan, tentu saja bagi diriku yang dipercaya mewakili kelluarga
kerajaan karena dianggap tak berhasil dalam melakukan tugas.
Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng
Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada
siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan
Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu,
atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang
kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan
harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta
Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau
memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang
lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung
Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu. (Ardian Kresna, 2012:
36-37)
c.
Klimaks
dan Penyelesaian Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya
Ardian Kresna
Klimaks dan
penyelesaian merupakan titik puncak dan akhir dari suatu kejadian. Begitu juga
dengan klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh Tejoningrat dalan novel
“Amangkurat” kutipan berikut.
“Rombongan dari Mataram ini sebenarnya
baru pulang dari Keraton Cirebon.aku sendiri mendapat utusan dan dipercaya oleh
Susuhunan Amangkurat Agung sebagai wakil dan orang yang dituakan bagi Anakmas
Adipati Anom Mataram ketika menghadap Adipati Kasepuhan Cirebon. Nah, keinginan
dari Susuhunan Amangkurat Agung adalah mempertemukan anak sulungnya ini dengan
putri Kasepuhan Cirebon dengan harapan akan dapat diperjodohkan dan dapat
saling mengikat dalam perkawinan. Dengan hal tersebut, maka hubungan keluarga
antara Mataram dan Cirebon akan dapat terjalin kembali dengan baik, bahkan
semakin erat lagi.
Namun apa boleh dikata, yang namanya
jodoh bukan kita yang menentukan meskipun harus dilakukan dengan paksaan,
karena akibatnya tentu tidak akan baik dalam perjalanan perkawinan itu. Setelah
Anakmas Adipati Anom Tejoningrat dipertemukan dengan putri Kasepuhan Cirebon
yang akan dipertunangkan dengannya itu, rupanya hatinya tak berkenan dan tak
ada rasa ketertarikan. Itulah yang menimbulkan masalah bagi Anakmas Adipati
Anom Mataram ini. Dan, tentu saja bagi diriku yang dipercaya mewakili kelluarga
kerajaan karena dianggap tak berhasil dalam melakukan tugas.
Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng
Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada
siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan
Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu,
atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang
kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan
harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta
Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau
memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang
lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung
Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu (Ardian Kresna, 2012:
36-37).
Klimaks pada konflik
batin kutipan tersebut adalah ketakutan tokoh Tejoningrat untuk kembali ke
Mataram melaporkan kepada sang ayah dan penolakannya terhadap rencana
perjodohan. Dengan keadaan itu, kemudian Tejoningrat mengambil keputusan
sebagai bentuk penyelesaian konflik dengan meminjam pusaka warisan kesultanan
pajang agar kewibawaannya bertambah saat menghadap sang ayah. Konflik batin
tersebut akan terus bergejolak.
2.
Pembahasan
a.
Tokoh
dan Penokohan dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Tokoh dan penokohan
pada novel “Amangkurat” dihadirkan mealui beberapa teknik, tokoh Tejoningrat
dan Amangkurat merupakan tokoh utama atau tokoh sentral cerita. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002: 168) bahwa tokoh sentral atau
tokoh utama adalah tokoh yang mendominasi jalannya cerita baik dalam bentuk tokoh
protagonis maupun tokoh antagonis.
Kedua tokoh tersebut
memiliki karakter yang berbeda, Amangkurat yang penindas, kejam, pemarah,
sedangkan Tejoningrat selalu mendapatkan bentuk kekejaman dan kemarahan dari
Amangkurat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002: 168)
bahwa tokoh sentral atau tokoh utama adalah tokoh yang mendominasi jalannya
cerita baik dalam bentuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.
Pengenalan tokoh dan
penokohan disajikan secara berbeda, hal ini dilakukah pengaranag untuk
memunculkan estetis pada karya sastra. Hal tersebut senada dengan pendapat
Suwardi Endraswara (2008: 185) bahwa pengarang sengaja menghadirkan perwatakan
tokoh dengan memukau sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi
pembacanya. Lebih lanjut Nugraheni Eko Wardani (2009: 40-41) bahwa tokoh dalam
cerita dapat dihadirkan dalam berbagai dimensi maupun berbagai karakter serta
diungkap dari berbagai sisi kehidupannya yang disebut dengan watak kompleks
(tokoh bulat).
Pengenalan tokoh dalam
novel “Amangkurat” ini mempergunakan teknik analitis (teknik langsung) dan
teknik tak langsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro
(2010: 195-211) teknik langsung atau analitis (teknik ekpositori) yaitu cara
melukiskan tokoh dengan deskripsi. Teknik tak langsung merupakan pelukisan
dengan teknik dramatik yang diterapkan pada dialog antar tokoh, tingkah laku,
pikiran, perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, pelukisan latar, dan pelukisan
fisik.
Berdasarkan ulasan di
atas peneliti menarik kesimpulan bahwa pada novel “Amangkurat”, tokoh
Tejoningrat dan Amangkurat merupakan tokoh utama atau tokoh sentral cerita.
Kedua tokoh tersebut memiliki karakter yang berbeda, Amangkurat yang penindas,
kejam, pemarah, sedangkan Tejoningrat selalu mendapatkan bentuk kekejaman dan
kemarahan dari Amangkurat. Pengenalan tokoh dalam novel “Amangkurat” ini
mempergunakan teknik analitis (teknik langsung) dan teknik tak langsung.
b.
Konflik
Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Konflik batin merupakan
konflik dalam diri pribadi yang diderita oleh seseorang yang tengah menghadapi
pertentangan dalam dirinya karena adanya pilihan-pilihan yang harus segera
diselesaikan sehingga jiwanya tidak mengalami perpecahan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Agus Sujanto, dkk (2006: 12) bahwa konflik batin merupakan
suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara
batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan
pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan
konflik-konflik jiwa.
Konflik batin yang
diderita oleh Tejoningrat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri yang dapat
berupa perasaan, nafsu, serta berbagai hal-hal yang ada pada dirinya. Novel “Amangkurat”
karya Ardian Kresna ini mengetengahkan lebih dari satu konflik batin yang
dialami oleh tokoh Tejoningrat. Faktor dari luar yang mempengaruhi konflik
batin berupa segala sesuatu yang berada di luar pribadi Tejoningrat, faktor
dari luar tersebut seperti orang lain, lingkungan, serta segala hal yang berada
diluar tubuhnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Purwa Atmaja Prawira
(2012: 346-347) yang menyatakan bahwa penyebab permasalahan tersebut adalah
faktor dari dalam dan dari luar individu. Faktor dalam berupa segala sesuatu
yang telah dibawa sejak lahir, baik faktor fisik maupun mental. Sedangkan
faktor luar berupa segala sesuatu yang berada di luar individu atau disebut
lingkungan.
Dari ulasan di atas
peneliti menyimpulkan bahwa konflik batin yang diderita oleh Tejoningrat
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri yang dapat berupa perasaan, nafsu,
serta berbagai hal-hal yang ada pada dirinya. Novel “Amangkurat” karya Ardian
Kresna ini mengetengahkan lebih dari satu konflik batin yang dialami oleh tokoh
Tejoningrat. Faktor dari luar yang mempengaruhi konflik batin berupa segala
sesuatu yang berada di luar pribadi Tejoningrat, faktor dari luar tersebut
seperti orang lain, lingkungan, serta segala hal yang berada diluar tubuhnya.
c.
Klimaks
dan Penyelesaian Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya
Ardian Kresna
Konflik batin yang
diderita oleh Tejoningrat terjadi karena pengaruh dari dalam dan dari luar
dirinya. Konflik tersebut memliki puncak konflik yang berupa klimaks. Seperti
pada saat Tejoningrat yang mengalami konflik batin antara menolak lamaran dan
kemarahan Amangkurat terhadap penolakan tersebut hingga mengancam kedudukan
Tejoningrat sebagai putra mahkota. Bentuk puncak dari kekhawatiran tersebut
berupa rasa takut yang diderita Tejoningrat. Setiap konflik pasti mengalami
klimaks, karena novel “Amangkurat” ini menyajikan lebih dari satu konflik
batin, maka setiap konflik tersebut memiliki klimaks masing-masing. Hal
tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2010: 127)
bahwa konflik yang dihadirkan dalam cerita novel baik konflik utama maupun
konflik pendukung memiliki klimaks masing-masing.
Konflik batin yang
diderita oleh Tejoningrat harus dipecahkan dengan menguatkan batinnya agar
segera terselesaikan konflik-konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus
Sujanto, dkk (2006: 12-13) bahwa fungsi batin atau hati nurani manusia dalam
kehidupan sehari-hari yang kerap menimbulkan berbagai konflik batin yaitu: (1)
Batin berfungsi sebagai hakim yang adil apabila didalam kehidupan manusia itu
mengalami konflik, pertentangan atau keragu-raguan di dalam, batin akan
bertindak tentang sesuatu sehinnga batin akan berperan memberikan keadilan; (2)
Batin berfungsi sebagai pengontrol yang kritis karena manusia harus bertindak menurut batas-batas
tertentu, sehingga batin inilah yang memungkinkan dapat atau tidaknya rasa
tanggung jawab pada pribadi seseorang. Batin pula yang mendorong manusia untuk
segera meminta maaf apabila bertindak tidak benar; (3) Batin berfungsi sebagai
alat pembimbing, fungsi batin adalah sebagai pembawa pribadi yang mudah
dikenali oleh masyarakat. Sehingga masyarakat akan mengenali diri pribadi yang
bertanggungjawab, disiplin, konsekwen, adil, dan sebagainya. Sehinnga pribadi
tersebut akan menumbuhkan wibawa pada diri seseorang.
Konflik batin pada
tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna tersebut akan
menjadi rangkaian konflik hingga menghasilkan gambarkan sebagai berikut.
Gambar di atas
menunjukkan bahwa dari titik (A) dikenalkan konflik pertama dengan klimaks
{Aa}, konflik yang tidak terselesaikan dengan tuntas tersebut kemudian
memancing konflik baru yaitu yaitu (B) dengan klimaks {Bb}, kemudian muncul
konflik (C) dengan klimaks {Cc}, dan pada titik (D) merupakan penyelesaian atau
akhir dari seluruh konflik batin Tejoningrat yang telah mendasarkan batinnya
sebagai hakim yang adil, batin sebagai pengontrol yang kritis, serta batin
sebagai alat pembimbing.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa konflik batin tokoh Tejoningrat yang dihadirkan dalam
cerita novel “Amangkurat” merupakan konflik batin yang sesuai dengan kehidupan
manusia. Peneliti menggunakan teori fungsi batin (batin sebagai hakim yang
adil, batin sebagai pengontrol yang kritis, dan batin sebagai alat pembimbing)
yang dapat dipakai dalam penelitian, menunjukkan bahwa penerapan aspek
psikologi dalam novel ini sesuai dengan teori psikologi kepribadian, utamanya
yang berhubungan dengan konflik batin. Penggunaan teori yang tidak sesuai
merupakan sebuah cara pengarang dalam menghadirkan sebuah konfliks sehingga
konflik-konflik yang tidak sesuai dengan teori fungsi batin tersebut dapat
menarik pembaca.
E.
Simpulan
dan Saran
1.
Simpulan
Berdasarkan analisis
yang dilakukan terhadap novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna pada aspek tokoh
dan penokohan, konflik batin tokoh, serta klimaks dan penyelesaian konflik
batin tokoh, maka hasil analisis peneliti dapat disimpulkan bahwa pengarang menyajikan
tokoh dan penokohan menggunakan dua cara, yaitu metode analitis (metode
langsung) dan metode tidak langsung
(metode peragaan atau metode metode dramatisasi). Tejoningrat merupakan tokoh
utama protagonis, sedangkan tokoh Amangkurat tokoh utama Antagonis. Kedua tokoh
tersebut yang mendominasi cerita dalam
novel, tokoh tambahannya terdiri dari tiga puluh lima tokoh.
Konflik batin tokoh
Tejoningrat dalam cerita novel dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri tokoh
maupun faktor-faktor dari luar tokoh. Konflik batin tokoh Tejoningrat dalam
cerita novel “Amangkurat” sesuai dengan kehidupan manusia. Peneliti menggunakan
teori fungsi batin (batin sebagai hakim yang adil, batin sebagai pengontrol
yang kritis, dan batin sebagai alat pembimbing) yang dapat dipakai dalam
penelitian, menunjukkan bahwa penerapan aspek psikologi dalam novel ini sesuai
dengan psikologi kepribadian yang berhubungan dengan konflik batin.
Penelitian ini
merupakan penelitian psikologi sastra. Teori-teori yang dipergunakan adalah
teori kesastraan untuk menganalisis tokoh dan penokohan pada cerita novel,
serta teori-teori psikologi kepribadian untuk menganalisis konflik batin tokoh
Tejoningrat. Penggunaan ilmu psikologi dalam penelitian ini tidak merubah atau
mempengaruhi cerita novel, penggunaan teori-teori psikologi dipergunakan
mengetahui penggunaan ilmu psikologi dalam sebuah karya sastra sehingga
terbentuk teori psikologi sastra. Penerapan teori konflik batin pada novel
“Amangkurat” tidak seluruhnya sesuai dengan teori konflik batin pada ilmu
psikologi. Hal ini dikarenakan penggunaan teori konflik batin pada novel
“Amangkurat” untuk membangun konflik sehingga cerita novel menjadi menarik.
2.
Saran
Penulis berharap
penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca karena itu dirasa perlu juga
pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran. Bagi guru atau pendidik,
hendaknya memberikan atau merekomendasikan bacaan, khususnya novel yang dapat
memberikan pandangan atau inspirasi dalam memahami nilai sebuah perjuangan,
sehingga dapat memotivasi bagi para siswa. Bagi pembaca, novel “Amangkurat”
karya Ardian Kresna, diharapkan bisa menyaring hal-hal yang positif berdasarkan
sajian fakta-fakta yang menarik serta mengenal sejarah kerajaan Mataram. Riset
sejarah tentang sejarah kerajaan beserta kehidupan penghuninya merupakan
catatan peristiwa masa lampau yang dapat dijadikan catatan peristiwa atau
informasi yang menarik tentang kebudayaan kerajaan yang pernah berkuasa di
Indonesia. Bagi pembaca laporan penelitian ini, hendaknya dapat menambah
wawasan baru dalam bidang penelitian sastra, khususnya penelitian kepribadian
tokoh yang berhubungan dengan konflik batin.
Daftar
Pustaka
Agus
Sujanto, dkk. 2006. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Bumi Aksara.
Albertine
Minderop. 2011. Psikologi Sastra: Karya
Sastra, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ardian
Kresna. 2012. Amangkurat. Yogyakarta:
Diva Press.
Atar
Semi. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Burhan
Nurgiantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Faruk.
2012. Metode Penelitian Satra Sebuah
Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herman
J. Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan.
Salatiga: Widya Sari Press.
Melani
Budianta, dkk. 2008. Membaca Sastra
(Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Indonesia
Tera.
Nugraheni
Eko Wardani. 2009. Makna Totalitas Dalam
Karya Sastra. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Nyoman
Kutha Ratna. 2007. Sastra dan Cultural
Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
__________.
2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa,
Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwa
Atmaja Prawira. 2012. Psikologi Umum
Dengan Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Purwadi.
2008. Babad Giyanti Konflik Kerajaan
Mataram Menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Yogyakarta: Media Abadi.
Retno
Purwandari dan Qoni’ah. 2012. Buku Pintar
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Familia.
Rohadi
Wicaksono. 2007. Konflik Batin,
(online). (http://rohadieducation.wordpress.com/2007/09/12/konflik-batin/,
diakses 15 Maret 2013).
Stanton,
Robert. 1965. Teori Fiksi. Terjemahan
oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al-Irsyad. 2007. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sutopo.
2002. Metodologi Penelitian Kualitatif :
Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Suwardi
Endraswara. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra Teori, Langkah dan Penerapannya.
Yogyakarta: MedPress.
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1977. Teori
Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. 1990. Jakarta: Gramedia.
tulisan yang bagus dengan teori yang matang
BalasHapusmakasih mas, mohon kritikannya demi kesempurnaan tulisan saya
Hapussangat masuk akal dengan kehidupan sehari-hari manusia
BalasHapusterus menulis bro
makasih @viethtrya
Hapus